Total Tayangan Halaman
Jumat, 19 November 2010
Hari ulang tahun
hari ini adalah hari besar q,hari dimana aku dilahirkan oleh seorang ibu terhebat Umi Hadiyanti. pada tahun 1994 silam ibuku berada di RS daerah cileungsi bogor. Trima kasih ya rabb,engkau telah memberikanku seorang malaikat yang senantiasa menjaga dan merawat ku,hingga pada hari ini aku berumur 16th.
Label:
hari ulang tahun
Kamis, 04 November 2010
Cerita Yang Belum Berujung
Cerita ini sebenarnya bukan untuk di publikasikan di manapun, karena aku hanya ingin mengirimkan ke lomba indofood, entah kenapa, kian lama aku makin malas untuk melanjutkan cerita ini.
Berikut ceritanya..
Berikut ceritanya..
Pagi yang benar-benar terlihat begitu cerah. Ku buka jendela yang sudah semakin rapuh dengan arsitektur dari sisa puing-puing bangunan. Matahari sudah mulai nampak cahayanya. Aku memandangi luasnya pantai, deburan ombak yang kian elok berlarian. Suara angin yang menyentuh daun-daun pohon Kelapa.
Hmm, inilah keseharian ku untuk melepaskan penat seusai istirahat yang cukup bagiku.
Pagi ini, aku bersama ayah ku akan berdagang di Pasar. Di umurku yang masih 15 tahun ini, aku sudah mulai bekerja untuk membantu ekonomi keluargaku yang semakin hari semakin melemah. Sebenarnya aku ingin sekali sekolah layaknya teman-temanku yang sepantaran umurnya denganku.
“Bino, ayo lekaslah bangun dari ranjangmu, nak!”, Ayah memanggilku untuk bangkit dari kasur yang sudah tidak layak pakai ini.
Sudah 5 tahun yang lalu Ayah ku hidup sebagai Single Parent, hal ini karena Ibu ku meninggal karena disiksa oleh majikannya di Negara Tetangga, memang mungkin itu resiko Ibu ku yang tugasnya membantu kegiatan Rumah Tangga.
“Iya, Yah! Bino sudah bangun”.
“Ayo cepat, kita harus berada di Pasar sekarang”.
Hasil tangkapan kami dan beberapa nelayan lainnya semalam lumayan banyak, mungkin sekitar 3 ton ikan Bandeng. Aku bersama Ayahku memikul beratnya ikan-ikan ini, Berat memang, bahkan aku sering mengeluh di dalam hati untuk berhenti melakukan pekerjaan yang seharusnya di lakukan oleh orang-orang yang bukan seumuranku. Tapi, apadaya, aku hanyalah anak yang terlahir dari keluarga yang seadanya, tanpa bekerja, tak mungkin aku bisa mendapatkan sesuap nasi.
“Iyah, letakan di sebelah timur. Yap, bagus”, perintah saudagar yang mempekerjakan kami untuk mecari ikan yaitu Pa Hendro.
Setelah di timbang kami mendapatkan upah penghasilan satu juta rupiah, wah, itu merupakan hasil yang sangat memuaskan, jarang kami mendapatkan upah yang segitu banyaknya. Tapi memang dari upah satu juta rupiah ini, harus di bagi sejumlah nelayan yang memancing ikan. Sementara yang jerih payah memancing ikan sekitar lima puluh orang, dan itu sudah termasuk aku.
“Ini jatahmu”, Pa Giyono sebagai Ketua nelayan kami membagikan hasil yang dapat kami peroleh dengan mengeluarkan uang sebesar dua puluh ribu rupiah.
Senangnya aku, jarang-jarang mendapatkan sebesar itu, tak lupa uang ku aku berikan kepada Ayahku. Karena hanya Ayah yang dapat mengolah Pengeluaran kami.
“Syukurlah, Yah kita bisa dapat penghasilan sebesar ini”.
“Iya Nak, mungkin ini karena Tuhan itu Maha mengetahui hambanya yang seperti kita ini”.
“Tapi Yah, kenapa Tuhan itu tidak adil? Kita hidup dengan kesusahan, sementara kemarin-kemarin Bino melihat berita di TV milik Galih pejabat-pejabat itu melakukan korupsi sampai Triliunan, mengapa kita yang hanya orang biasa tidak bisa melihat uang yang sebanyak itu?”,
“Bino Sayang, Tuhan itu Maha Adil, coba yang kamu lihat di Televisi, mereka akhirnya masuk Penjara kan? Dan mereka itu berdosa. Kita hidup berputar, suatu saat kita bisa menjadi orang-orang sukses, dan satu hal kita harus Jujur.”,
“maksudnya berputar bagaimana Yah?”,
“Tuhan mungkin saat ini memberikan kita kesederhanaan, dan ini merupakan Ujian dari Yang Maha Besar, Kita tidak tahu, mungkin kedepan kita bisa lepas dari kemiskinan yang saat ini kita alami, begitu pula Tersangka Korupsi yang kamu lihat di Televisi, mungkin mereka saat ini sedang berada di puncak, memiliki kekayaan, tapi setelah ia di Penjara, dan keluar dari penjara, siapa yang mau memakainya? Tidak ada, karena orang-orang seperti mereka sudah ternoda.”.
Matahari sudah semakin terik. Aku dan ayahku bergegas untuk kembali ke rumah. Tapi sebelumnya kami berbelanja untuk konsumsi sehari-hari. Aku membeli Beras walau hanya 2kg, dan untuk lauknya seperti biasa, aku membeli Snack Pilus Garuda buatan Garuda Food. Hanya Pilus serta nasi yang bisa kami makan, itu karena isinya begitu banyak, dan bahkan 1 kantong Pilus Garuda yang berukuran kecil bisa menjadi Lauk untuk kami berdua dalam satu kali makan, enatah itu menjadi lauk untuk makan pagi, siang, ataupun malam.
Seusai belanja kami pulang kerumah yang sudah renta, dan tidak layak huni, yaitu rumah peninggalan kakek- nenekku.
Sesampai di rumah, aku menuju kamar tidurku, kamarku begitu terang karena atap kamarku sudah bolong.
Kupandangi Pantai dengan Pasir putih yang indah. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada seorang anak lelaki seumuranku, yang bermain dengan ombak pasir sendirian, tanpa ditemani seorangpun. Kulihat bajunya begitu apik, jauh dengan bajuku yang kumal dan lusuh. Ia membawa Papan Surfing yang selalu di bawa oleh orang-orang berada.
Entahlah, aku terbawa oleh rasa penasaran untuk berkenalan dengan anak lelaki tersebut. Aku keluar rumah. Aku melihat Ayah ku pergi. Kebiasaan Ayah setelah pulang dari Pasar, pergi ke Makam Ibu.
Kaki ku berada di atas pasir putih, dan aku memperhatikan anak lelaki itu bermain Surfing. Seusai Ia bermain Selancar, ia menuju Batu Karang yang terkenal akan ketajamannya. Dan, apa yang terjadi? Ternyata Ia mencoba mengkahir nyawanya sendiri. Aku yang berjarak kurang lebih 30meter lari menuju anak lelaki itu. Aku mencoba menolongnya.
Anak lelaki itu sudah di penuhi luka di bagian lengannya.
Aku membawa Ia kerumah, dan memberinya Obat Luar, untuk mengurangi luka yang terdapat di lengan Kanannya itu.
“Untuk apa kamu menolongku? Aku sudah tidak sanggup hidup di dunia, percuma orang tua ku hanya membuat aku menjadi seperti ini, mereka tidak mengerti apa yang aku rasakan.”, Ia membentakku.
Sambil meminumkannya segelas air putih “Buat apa kamu mencoba hal yang nantinya membuatmu menyesal? Apa yang kamu lakukan itu salah, tidak seharusnya kamu melakukan hal itu.”
Ia tersadar akan perkataanku, “Maaf jika aku membentakmu, aku hanya masih terbawa emosi, terima kasih atas pertolonganmu”.
“Iya, tidak apa. Sebelumnya siapa namamu?”, tanyaku pada anak lelaki itu.
“Namaku Oni, dan kamu?”,
“Aku Bino, kamu dari mana? Mengapa kamu ingin melakukan hal yang berujung kematian?”,
“Aku dari Kota, aku melakukannya karena tak kuat melihat perceraian orang tua ku. Aku merasa hidupku hampa”,
“Lain kali, kalau ingin melakukan hal yang tidak patut itu, sebaiknya di fikir-fikir dulu. Kamu mungkin lahir dari keluarga yang serba berkecukupan. Kamu harus bisa membayangkan bagaimana aku. Sudah 5 tahun yang lalu aku di tinggal oleh Ibu ku, dan saat ini aku menjadi tulang punggung keluarga bersama Ayahku”.
Ia terlihat bingung mendengar ceritaku.
“Kamu lapar? Aku ada sedikit lauk yang bisa kita makan”, aku menawarkannya untuk makan.
“Boleh, terima kasih Bino, dari semalam aku tidak makan, dan perutku benar-benar menggigit ususku”.
Aku mengambilkannya nasi, dan aku membuka Pilus Garuda, ternyata dari dalam Pilus itu aku lihat ada sebuah bungkusan kecil, aku mencoba untuk membukanya, namu agak sedikit sulit karena Bungkusan itu tertutup rapat. Aku mengambil gunting, dan menggunting bungkusan kecil itu.
Betapa senangnya aku, ternyata aku mendapat hadiah dari Pilus Garuda sebesar seratus ribu rupiah, aku berjingkrak, sampai akhirnya Oni melihatku, ia bingung dan bertanya padaku. “Ada apa Bino? Mengapa kamu senang sekali?”,
“aku mendapatkan uang sebesar seratus ribu rupiah Ni dari hadiah di dalam kemasan Pilus Garuda”.
“Oh, hanya seratus ribu!”
“Ini sudah membuat aku dan Ayahku senang pastinya, karena untuk mendapatkan uang seratus ribu, mungkin aku harus memancing ikan seberat 15 ton.”(100)
“Kawan, aku akan mengajakmu ke Kota untuk membeli Snack yang di produksi oleh GarudaFood, karena Orang Tuaku memiliki beberapa Toko yang isinya Produksi GarudaFood”.
“Kamu bercanda?”
“Tidak, aku sungguh akan mengajakmu kekota sore ini”.
“Terima Kasih Oni, tapi aku harus izin dengan Orang Tuaku”.
“No Problem”.
Label:
Entahlah
Langganan:
Postingan (Atom)